Merancang dan mengupdate learning path dalam belajar

Irfan Yulianto
Coube Mind
Published in
6 min readDec 17, 2022

--

Merancang dan mengupdate learning path dalam belajar

Apa sih learning path itu ?

  • Panduan, alur belajar, arah -> tujuanya mencapai tujuan learning (pembelajaran)
  • Learning path -> Memandu kita dalam meminimalisir kendala belajar
  • Sifatnya tidak harus selalu urut, namun fleksibel sebagaimana prinsip panduan yang disesuaikan pada kebutuhan.

Sejak kecil kita saat disekolah apakah membuat learning path ?

  • Di sekolah kita dibiasakan untuk mengerjakan tugas dan belajar dari guru
  • Sistem pembelajaran berpusat pada siswa adalah sistem yang seharusnya dibangun oleh siswa tanpa harus mengandalkan pengajaran dari guru. Masih kurangnya minat baca siswa membuat mereka mengandalkan pengajaran guru di kelas, dan hasilnya siswa harus memahami dulu apa yang disampaikan.
  • Kita tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam proses pembelajaran. Prinsip pendidikan lebih umum dengan tujuan yang umum pula -> Coba bayangkan kalau pendidikan jadi student centered education. Siswa dilibatkan untuk memberikan masukan dalam belajar, mengamati setiap kebutuhan siswa dan pengembangan karakter siswa. Kurikulum akan lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.

Fenomena (memakai kacamata UX Designer) :

Bukan salah siswanya, tapi salah sekolahnya‍

Salah satu prinsip dari user centered design adalah user gak pernah salah yang salah itu designnya. Kalo kita terapin prinsip yang sama, berarti sharusnya gak ada tuh namanya siswa yang gagal atau gak naik kelas yang salah sistem di sekolahnya.

Siswa bolos dan engagement

Kalo misalkan ada siswa bolos dari kelas, maka siswa tersebut akan dicap nakal dan bandel. Andai sekolah punya data funnel kelas mereka dan mengevaluasi dari situ. Adain research untuk improve di funnel yang bounce rate nya tinggi. Atau adain A/B Test buat nyari tau mana pola ngajar yang lebih ngehasilin conversion. Epic sekali.

Kurangnya empati

Sedih — iya, tapi emang gini nyatanya. Sekolah memandang siswa tidak lebih dari sekedar kumpulan angka di rapot hingga lupa memandangnya sebagai seorang individu yang punya kehidupan masing-masing. Mungkin ada masalah di rumah, kesulitan ekonomi, atau permasalahan sosial di pergaulan.

Motivasi siswa

Kira-kira dari kalian inget gak apa motivasi kalian pergi sekolah? Selain takut diusir dari rumah kita semua pergi ke sekolah tanpa tau kenapa. Tiba-tiba jadi wajib aja. #dipaksadewasa. Would be great kalo sekolah bisa memahami apa kebutuhan siswanya sesuai dengan motivasinya. Sesimple apa hobby dan apa ketertarikan mereka lalu menyesuaikan ini dengan pola pembelajaran di sekolah.

Ideation bareng siswa

Melibatkan user dalam proses sudah menjadi darah daging dari product design, kita punya sekotak metode untuk minta pendapat dan mengektrasi pola pikir dan mental model dari user kita. Start kecil deh… ajakin siswa diskusi.

“Kalian mau belajar apa? Mau gimana”

Kemampuan menghafal sebagai parameter kecerdasan

This is so wrong in so many level. Bagaimana bisa menghafal dijadikan sebagai parameter untuk mengukur kecerdasan? Ini seperti memaksakan data kualitatif menjadi data kuantitatif.

Mungkin kita sudah bisa lebih adaptasi di dalam berkarir, karena saat berkarir kita harus membuat sendiri alur belajar kita. Sesuai dengan tujuan pembelajaran. Makanya program kampus merdeka yang dicanangkan oleh Mendikbudristek saat ini patut diapresiasi sebagai awal untuk memberikan mahasiswa kebebasan untuk mengatur learning path mereka masing-masing.

Learning path itu harusnya umum atau buat kita sendiri ?

Learning path itu ada yang bersifat umum dan ada juga yang pribadi. Kenapa begitu ?

Karena memang dalam kebutuhan kita bisa berbeda-beda. Untuk membuat learning path pribadi pasti membutuhkan referensi alur belajar yang umum juga. Sebelum dibenturkan dengan data-data pribadi diri kita.

  • Learning path umum -> Seperti yang ada di bootcamp, kursus dan sebagainya yang biasanya juga kita pakai sebagai bahan referensi belajar. Jadi, menggunakan kurikulum tersebut sebagai salah satu panduan adalah hal yang wajib. Namun apakah yang umum sudah cukup ?
  • Learning path harus disesuaikan lagi dengan kondisi diri kita dan pribadi diri kita.

Emang penting belajar lagi diluar materi / kurikulum yang sudah ada ?

  • Coba amati lagi, saat kita berkarir ada fase naik dan turunya. Bisa aja kita kena layoff, terus bisa aja pindah bidang karir dan juga merasa stuck belajar disitu aja (tidak berkembang). Kasus startup ataupun bisnis konvensional akhir” ini juga menjadi gambaran, kita tidak boleh berada pada zona nyaman dan harus selalu berkembang. Agar semakin banyak pemecahan masalah yang bisa kita selesaikan, karena masalah juga makin berkembang.
  • Ini penting untuk menumbuhkan growth mindset dalam diri kita. Setiap orang pasti punya keunikan masing-masing. Sehingga kita lah yang harusnya mengenali diri kita dan kekuatan dalam diri kita. Serta mengetahui bagian mana yang harus ditingkatkan.

Gimana cara nyesuaiin kurikulum sesuai kebutuhan kita ?

Aku pakai design thinking sederhana. Tapi tiap orang bisa berbeda-beda ya, karena ini biasanya yang sering aku pakai aja (Bukan berarti yang benar harus pakai metode ini).

  • Kalau dalam mendesain produk kita selalu berangkat dari bussiness dan user goal. Tapi di learning path pribadi, kita harus menggali tujuan kita mulai dari karir yg digunakan sebagai jalan pembangunan masyarakat. Misalnya sebagai product developer, puncak karir kita ingin menjadi CTO, CEO atau bahkan menteri bidang teknologi. Maka, tujuan itu kita kejar habis-habisan untuk bisa memecahkan banyak persoalan. Gambaran akhir dari karir yang lebih tergambar akan lebih memudahkan kita dalam membuat learning path.
  • Setelah itu, kita membuat project planning -> Riset apa yang dibutuhkan untuk membuat learning path, apakah desk research, kualitatif atau kuantitatif ?
  • Misalnya, sebagai product designer kita bisa melakukan desk research pada diri kita sendiri. Apa sih metode belajar yang kita sukai ? Biasanya lebih suka belajar diawasi orang lain atau mandiri ? Apa sih pelajaran yang paling kita sukai ? Hard skill apa yang kita butuhkan ? Soft skill apa yang kita butuhkan ?
  • Desk research di kurikulum bootcamp Google UX dan NNg, mengamati orang yang belajar lewat bootcamp atau bahkan orang yang berhasil dengan metode otodidak. Kita cari tau opportunity apa yang bisa diterapin dalam diri kita dari orang-orang yang berhasil.
  • Bahkan, kita juga bisa melakukan wawancara pada teman kita. Apa kebiasaan yang biasanya kita sukai ? Bagaimana kekurangan soft skill saya di hal ini …. ?

Mendefinisikan kebutuhan dari learning path

  • Setelah kita meriset, kita bisa menemukan pola dari kebutuhan diri kita, kemudian juga kurikulum-kurikulum general dan pembelajaran orang lain.
  • Mendata dan mengelompokkan mana bagian pembelajaran yang bisa diterapkan pada kebutuhan pribadi. Seperti misalnya ada Andi yang suka belajar fleksibel -> saat meriset dia menemukan di bagian orang yang berhasil otodidak, sering membaca buku dan audiobook mengenai product design saat waktu santai diluar kerja. Sedangkan untuk orang yang suka belajar melalui kursus / bootcamp, bisa diambil silabus contoh pembelajaranya. Untuk didetailkan lagi melalui bacaan buku atau mentoring secara langsung.

Membuat hipotesis

  • Misalnya kita sudah mendata butuh hard skill (Riset kuanti & kualitatif, desain, prototype dan testing) dengan tools seperti Figma, Maze, Miro, dsb. Soft skill (komunikasi, manajemen fokus, dsb) -> mempertanyakan lagi
  • Apakah hard skill ini dibutuhkan untuk karir product designer ?
  • Apabila saya menguasai skill ini akankah saya bisa mendapatkan pekerjaan sebagai product designer dan bertahap mengantarkan pada puncak karir saya ?

Membandingkan kembali dengan job requirement / kebutuhan skill di dunia kerja (Saat proses meniti)

  • Requirement pekerjaan ternyata sebagai product designer tidak perlu memiliki keahlian coding. Namun, jika mempunyai kemampuan tersebut akan menjadi nilai plus / tambah. Dan sebagainya
  • Sebagai indikator keberhasilan yang bisa digunakan sebagai ukuran mempelajari suatu skill / wawasan.

Mendesain learning path

Asumsi karir smooth

1. Fase magang

- Ikut kursus X

- Baca buku A, B, C, D

- Mentoring

2. Fase bekerja sebagai junior

- Pendalaman riset, desain dan testing

- Menambah soft skill dan hard skill di X, Y, Z -> Baru tau / ketemu pas bekerja ternyata butuh ini

3. Fase bekerja sebagai middle

- Menyelesaikan problem complex dan ambigu

- Mentoring anak junior, dsb

- Fase bekerja sebagai senior

4. Fase bekerja sebagai lead — manager — C Level

Asumsi karir shifting di bidang (misalnya kepenulisan)

  • Jaga” jika pekerjaan sudah tidak relevan
  • Bidang pekerjaan sudah tidak dibutuhkan
  • Kena layoff dan sulit mendapatkan pekerjaan di bidang yang di ekspektasikan sebelumnya

Iterasi

Evaluasi dan update learning path

  • Mengetahui indikator learning path sudah tercapai atau belum
  • Apa yang perlu ditambah dan dikurangi, atau diupdate yang sudah ada
  • Apakah ada update di bidang teknologi ?
  • Apakah ada update di role pekerjaan baru ?
  • Kalau mau naik jabatan harus menguasai di skill baru atau memperdalam skill yang sudah ada ?
  • Dan sebagainya

Tentunya dengan melakukan pengujian ilmu dan skill yang sudah dipelajari di dunia nyata. Testing ini bisa dilakukan saat kita proses mencari kerja, bahkan saat bekerja.

Originally published at https://irfanyulianto.webflow.io.

--

--